Tag Archives: Pendidikan

Anggapan Negatif dan Keliru Tentang Game Dari Masyarakat Umum Indonesia

Sudah sangat lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari jika ada orang tua yang melarang keras anaknya bermain game. Sebagian besar orang tua menganggap bermain video game adalah sesuatu hal yang tidak ada faedahnya sama sekali untuk dilakukan. Orang tua lebih banyak menyuruh anaknya untuk belajar, belajar, dan belajar. Tidak mengherankan karena orang tua lebih melihat sisi negatif dari game dimana banyak kejadian seorang anak mengalami kecanduan bermain dan gagal dalam sekolahnya.

Padahal jika ditinjau lebih jauh, tidak seluruhnya anak yang salah. Banyak orang tua yang kurang kesadaran tentang mengetahui apa yang anak lakukan. Dalam hal ini banyak orangtua yang membiarkan atau tidak membatasi anak bermain game, akibatnya lama-kelamaan menjadi kecanduan berat. Anggapan negatif terhadap game ini akhirnya menjadi jamak di masyarakat Indonesia.

Namun dengan berkembangnya eSport (Olahraga Elektronik) dengan video game sebagai medianya, anggapan negatif tentang game tersebut dapat ditepis. Munculnya industri game online dan eSport menjadikan bermain game bukanlah hal yang sia-sia lagi, bahkan sangat menjanjikan bagi masa depan. Orang yang berbakat dalam sebuah game eSport dan mampu menekuni dapat menghasilkan pundi-pundi uang yang sangat besar.

Berikut merupakan beberapa anggapan negatif dan keliru tentang game dari masyarakat dan orang tua yang perlu diluruskan:

Game tidak berguna

Sudah disebutkan sebelumnya, bahwa industri eSport saat ini sangatlah menjanjikan ini menjadikan bermain game dengan baik dapat mengantarkan seseorang meraih kesuksesan di dunia game. Tentunya ini harus disertai usaha yang tinggi dan tidak bermain game dengan asal-asalan saja.

Game hanya membuang waktu

Ya, jika bermain game secara asal-asalan maka game hanya membuang waktu. Namun jika ditekuni dan dilakukan dengan pola dan menujukkan perkembangan maka bermain game dapat semakin mengasah keahlian. Pemain profesional eSport setidaknya bermain game lebih dari 8 jam sehari untuk berlatih dan mengasah kemampuan pada game yang difokuskan.

Game menyebabkan kecenderungan untuk berbuat kejahatan

Tidak dapat dipungkiri bahwa pembuat dan pengembang game memasukkan unsur kekerasan dalam game yang dibuat. Unsur kekerasan ini sangat berpotensi untuk ditiru oleh gamer. Namun sebaliknya, banyak penelitian yang menyebutkan bermain game justru mampu mengasah otak dan keterampilan gamer itu sendiri. Banyak game dimana gamer dituntut untuk berpikir cepat dan merencanakan strategi bagaimana agar dapat menang, hal ini dapat membuat gamer menjadi cepat berpikir dan mampu mengambil keputusan yang tepad dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu justru nongkrong-nongkrong yang tidak jelas lebih berpotensi menimbulkan kegaduhan dibanding bermain game.

Game menyebabkan kebodohan

Ini anggapan yang sangat keliru. Tingkat intelejensi seseorang tergantung dari orang tersebut sendiri, bukan game yang menyebabkan seorang anak gagal dalam pelajaran, melainkan anak tersebut memang kurang mampu pada bidang pelajaran tersebut. Banyak juga dijumpai anak yang sangat hobi bermain game namun prestasinya di sekolah juga sangat brilian.

Game menyebabkan Anti-Sosial

Dengan kemajuan teknologi, jaman sekarang game dapat dimainkan secara online dimana sebagai gamer harus berinteraksi dengan gamer lainnya. Dalam game online juga disediakan sarana berkomunikasi dengan pemain lainnya baik itu melalui chat text maupun suara atau voice call. Ini merupakan interaksi sosial secara virtual dalam dunia game yang juga membuat pemain harus berkomunikasi dengan game dan pemain lainnya. Tak jarang banyak orang yang saling kenal melalui game dan bertemu di dunia nyata, bahkan ada yang sampai menikah juga lho!!. Namun memang masih cukup sulit untuk melakukan kontrol terhadap interaksi sosial dalam game.

Game hanya untuk anak kecil

Sepertinya di semua negara yang menjadi produksi dan target distribusi game memiliki sistem rating masing-masing. Contoh saja di Amerika Utara ada ESRB (Entertainment Software Rating Board), di Uni Eropa ada PEGI (Pan European Game Information), di Indonesia sendiri ada IGRS (Indonesian Game Rating System). Sistem rating ini mengelompokkan game berdasarkan usia minimal yang dapat mengkonsumsi atau memainkan konten game tersebut. Jadi banyak game yang justru anak kecil sebaiknya dilarang untuk memainkan. Terlebih lagi kebanyakan atlet eSport yang aktif berada pada usia dewasa.

Game bukan hal yang produktif

Dengan adanya eSport hal ini tentu sudah terbantahkan. Di lain hal, berbagai macam cara dapat dilakukan agarĀ  bermain game menjadi kegiatan produktif, positif dan menghasilkan. Trend bermain game sembari streaming menjadi sebuah hal yang sangat produktif ketika bermain game, karena streaming dapat dijadikan sarana bagi sponsor untuk promosi, bagi pemain tentunya dapat menghasilkan. Belum lagi video gameplay yang direkam bisa diupload ke Youtube dan di monetisasi sehingga menghasilkan uang melalui Google Adsense.

Game tidak bisa menjadikan kaya dan sukses secara material

Sudah banyak atlet eSport yang membuktikan dapat sukses secara material dari hasil bermain game. Mulai dari manajemen yang memberikan gaji bulanan, sponsor yang terus memberi dukungan material, hingga pembagian hadiah jika menang turnamen. Bayangkan saja sebagai contoh turnamen The Intenational ke 8 Dota 2, total hadiahnya mencapai $25.000.000 atau setara hampir Rp 300.000.000.000 dimana juara 1 mendapatkan hingga Rp 150.000.000.000 dengan 1 tim hanya berisi 5 orang, sudah terbayang kan 1 orang kira-kira berapa yang dihasilkan?

Game tidak bisa mendidik anak

Saat ini banyak developer yang merancang game agar dapat digunakan dalam pendidikan. Banyak muncul game-game yang mampu memicu kreatifitas anak didik hingga game yang disesuaikan dengan pelajaran. Di Google Play Store sendiri juga sangat banyak game mobile yang sarat akan pendidikan dan pengetahuan. Disela kesibukan orang tua, tentunya akan sangat bagus jika anak mampu memanfaatkan gadget untuk belajar.

Game hanya menghabiskan uang

Dalam sebuah game biasanya disematkan fitur premium didalamnya dimana hanya bisa digunakan gamer jika membelinya. Banyak gamer yang berlomba-lomba untuk membeli fitur premium misalnya skin atau item yang menambah efek tertentu dalam game yang tentunya membutuhkan uang, bahkan ada item yang harganya hingga ratusan juta rupiah. Namun dalam hal ini item game dapat dijadikan sarana investasi yang menghasilkan, gamer dapat membeli ketika harga rendah dan menjualnya kembali saat harga tinggi, fitur jual beli item yang tersedia dalam beberapa game dan platform ini dapat dimanfaatkan gamer untuk menghasilkan.

Dari sedikit pandangan negatif yang sudah disebutkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain game bukanlah sesuatu hal yang sia-sia jika dilakukan dengan porsi yang tepat. Jika memang berminat terjun di dunia eSport utamanya sebagai player profesional maka cari tahu lebih dulu apakah memang punya bakat dalam dunia game atau tidak, jika memang tidak memiliki bakat ada baiknya untuk tidak dipaksakan, jika memang ada potensi maka fokus dan dalami bidang eSport dengan sungguh-sungguh.

Jika bermain game hanya untuk hiburan, hobi dan mengisi waktu luang ada baiknya dilakukan dengan tidak berlebihan. Berikan alokasi waktu untuk bermain game dan kegiatan lain dengan tepat. Apalagi saat ini game online sudah menjamah ranah mobile yang dimana saja bisa main dengan modal smartphone dan internet, jangan sampai bermain game mengganggu kegiatan utama, hindari bermain game saat bekerja dan bersosialisasi. Bermainlah game secara bijak agar mendapat kepuasan dan tujuan yang diinginkan. Punya pendapat lain atau ingin menambahkan? Silahkan tinggalkan di komentar ya!!.

Related Posts: